Ilustrasi: Google.com

“Apalah artinya reda-reda kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apalah artinya berfikir, bilq terpisah dari masalah kehidupan,” kata WS. Rendra di Sajak Sebatang Lisong

SQPers – Mengutip sepenggal bait puisi yang menjadi salah satu karya fenomenal dari W.S. Rendra yang ditulisnya pada tahun 1973 dan dibacakannya pada 19 Agustus 1977 sebagai bentuk persembahan untuk menyemangati mahasiswa ITB pada saat itu. Syair ters ebut berisikan kritik sosial sekaligus penyemangat pergerakan mahasiswa ditengah carut marutnya negara Indonesia akan pendidikan, perekonomian dan sistem birokrasi. Sebagai seorang sastrawan ia tergerak demi perubahan sosial, dengan puisinya ia menyuarakan dengan lantang nasib anak – anak Indonesia yang tidak mengenyam pendidikan dan sarjana – sarjana menganggur, berpeluh di jalan raya. Sementara itu para penguasa / orang – orang kaya sama sekali tidak memperhatikan hal tersebut. Mereka malah asyik dengan harta dan kekuasaannya.

Sepertinya puisi Rendra dan sepenggal bait puisi diatas masih sangatlah relevan implementasinya dengan kondisi sosial politik negara Indonesia dan mahasiswa zaman sekarang. Dengan masifnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sudah menyelinap di berbagai lini kehidupan manusia zaman sekarang ini, yang secara tidak langsung memberikan sentuhan kepada masyarakat yang berimplikasi pada perubahan dinamika sosial yang begitu kuat dan berlangsung dalam waktu yang sangat cepat. Memberikan satu stimulun kepada mahasiswa bahwa tugas dan tanggung jawab mereka bukan hanya linier sekedar mengejar nilai IPK saja, tetapi juga horizontal untuk dapat membuka mata dan hati mempertajam nalar kritis bahwa masyarakat kanan – kiri khususnya di kampung kelahiran kalian masing – masing itu sangat merindu dan mendambakan citra dan cita ilmu kalian.

Seperti yang pernah dikatakan oleh Dr. Nurul Mubin, M.Si dalam acara Orientasi Siswa Pengenalan Kampus 2017, “bahwa mahasiswa seyogyanya mempunyai 3 nilai yang harus ada di dalam dirinya masing – masing apabila masih ingin disebut sebagai mahasiswa. Ketiga nilai itu adalah diantaranya yang (1) Integritas Sosial, bahwa sebagai seorang mahasiswa harus mempunyai karakter yaitu sikap konsistensi dan keteguhan tak tergoyahkan dalam melihat keadaan sosial disekitarnya dengan menjunjung tinggi nilai dan prinsip. Dalam bahajsa aktivisnya idealisme sosial. (2) Integritas Intelektual / Integritas Kognitif, yaitu sikap dasar profesional dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosio – kultural keintelektualannya melalui keterlibatannya yang mendalam akan kebenaran. Dan yang ke (3) Minoritas Kreatif, yaitu cenderung pada pengistilahan atau sebutan untuk para mahasiswa, bahwa mahasiswa merupakan kaum minoritas kreatif yang memberikan perubahan sosial secara massif”. Ketiga nilai tersebut merupakan formula bagi para kaum minoritas kreatif dalam mensinergikan antara nilai integritas intelektual dengan integritas sosial, antara pemahaman keilmuan dengan pengaplikasian.

Dua ranah ini merupakan saling berkaitan yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Esensi dari ilmu adalah pengaplikasian / penerapan. Maka dari itu bagaimana kemudian untuk memfungsikan diri kita untuk dapat menjadi seorang yang berguna di dalam persoalan kehidupan masyarakat. Karenanya “Semua manusia adalah intelektual, tetapi tidak semua manusia dalam masyarakat berfungsi sebagai intelektual” (Antonio Gramsci). 

Tetapi apakah kemudian hanya pengapliakasian semata dalam penerapan keilmuan? Sepertinya tidak, mahasiswa perlu mempunyai nalar (common sense) kritis atau dapat disebut juga dengan paradigma kritis sebagai instrument untuk menganalisa permasalahan masyarakat disekitar. Definisi dari pada paradigma merupakan orientasi dasar untuk teori dan riset. Pada umumnya suatu paradigma keilmuan merupakan sistem keseluruhan dalam berfikir. Paradigma terdiri dari asumsi dasar, teknik riset yang digunakan dan contoh seperti apa seharusnya teknik riset dan cara berfikir yang baik. (Newman, 1997;62 – 63).

Penulis: Habibulloh Malik, Pimred LPM SQ 2018-2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *