foto : google.com

Pagi itu di pertengahan maret 2019, kabut tipis menyelimuti seluruh gunung yang mengelilingi desa kami, udara dingin menyeruak masuk ketika ku buka jendela kamarku, segar sehat dan seperti aroma terapi, matahari mulai menyinarkan sinarnya yang kuning keemasan, lalu lalang masyarakat melakukan aktivitas mulai terlihat, seperti aku.

Akupun bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri mandi pagi, ibuku yang tengah menyiapkan sarapan dan ayahku yang sudah bersiap dengan atributnya untuk berangkat ke kebun.

Makan dulu pak, Kemal juga”, begitu seru ibu dari pintu dapur.

Iyaa… ibu”jawab ayahku dan kamipun sarapan bersama.

Setelah selesai sarapan aku bergegas ke kampus untuk mengikuti mata kuliah pagi. Seperti biasa Aisyah sahabatku dan temanku dari kecil sudah tersenyum ketika ku parkirkan motor buntutku di depan rumahnya untuk sama – sama kuliah.

“Morning Mr. Kemal…”, sapanya renyah akupun membalas dengan tawa lebar, “selamat pagi juga cantik”. Disitulah kami selalu Bersama – sama menjalani aktivitas.

Aisyah adalah putri dari seseorang imam masjid di desaku, dari beliau lah aku menjadi marbot masjid untuk menambah kegiatanku dan juga untuk uang sakuku kuliah. Selain itu, Aisyah juga adalah pribadi yang lemah lembut, dia adalah sosok wanita yang periang, dia selalu membagikan kebahagiaannya ke semua orang yang ada di sekelilingnya dan dia juga seorang wanita yang cerdas. Aku sangat bersyukur mempunyai sahabat perempuan seperti dia.

Ohh iya perkenalan Aku Kemalludin. Aku adalah anak laki – laki dari sepasang suami istri yang sederhana namun bersahaja hidupnya. Ayah adalah seorang petani kecil dan ibu hanya seorang ibu rumah tangga yang sederhana. Aku mempunyai seorang adik perempuan Aqilla namanya dia masih duduk di bangku SMA. Aku dan Aisyah satu fakultas yaitu Sastra Inggris, maka dari itu kami selalu menikmati waktu bersama – sama, mengerjakan tugas bahkan kegiatan lainnya di desa.

“Heeii Mal, gimana rencana untuk acara bazaar Ramadhan di kampung kita bulan depan, ini udah di pertengahan bulan kita harus cepat rencanain dengan sebaik mungkin”, begitu pertanyaan Aisyah kepadaku sore itu sepulang kuliah dia menemuiku di masjid ketika aku sedang menyapu di sekitar halaman masjid.

Kampung kami adalah kampung wisata, jadi maklum kalau pengunjung masjid bukan hanya orang desa kami saja tapi juga wisatawan juga sholat disini.

“Yaa nanti kita bahas dengan ketua pemuda”, begitu singkat jawabku. Aisyah tertawa lebar dengan lesung pipi yang terlihat di wajahnya.

“Heeii Mr. Kemal you smile, are your happy?”, kicaunya sambil duduk di depan masjid menemaniku. Kamipun bicara panjang lebar dan mempraktekkan mata kuliah yang kami dapatkan di kampus, lama-lama kami mengobrol sampai tak terasa waktu sholat Dzuhur telah tiba dan sudah banyak sekali pengunjung masjid berdatangan.

Hari berganti hari, kegiatanku pun masih terus berjalan seperti biasa, kuliah dan kerja sampingan sebagai marbot. Jika masih ada sisa waktu, aku membantu ayah di kebun, semua kujalani dengan bahagia. Dengan rasa bersyukur pada Alloh karena semua Alloh – lah yang mengatur segalanya, tinggal bagaimana manusia menjalaninya.

Hingga pada suatu hari ketika aku dan Aisyah tengah pulang dari balai desa membentuk panitia bazaar Ramadhan, pak pos menitipkan sepucuk surat di kantor desa teruntuk Aisyah. Aku menunggunya di masjid karena biasanya juga seperti itu, aku tengah vacum karpet. Kulihat dia dari balik jendela masjid tergapah – gapah masuk menemuiku dengan membawa surat.

“Kemal, lihat aku dapat surat dari sahabatku yang ku kenal dari facebook, dia ingin datang kesini. Wahh aku sangat senang sekali, aku jadi tidak sabar ingin menjemputnya, kamu temani aku yaa Mal…!!”, begitu Aisyah berkata sambil melanjak – lanjak seperti anak kecil yang mendapatkan permen.

“Yaa aku mau menemanimu”, jawabku santai sambil tersenyum.

Memang Aisyah punya seorang teman di facebook orang bule, berkewarganegaraan Australia. Dia juga belajar bahasa Australia dari temannya seperti aku juga kadang menjadi seorang guide untuk wisatawan yang membutuhkan pemandu untuk melihat obyek di desa kami.

Desa kami banyak obyek wisatanya sehingga banyak wisatawan dari mancanegara, itu kami jadikan ajang untuk kami berbicara dan belajar otodidak dengan mereka.

Desa kami sangat maju dan ramai dengan adanya aset pariwisata yang ada sehingga banyak pemuda pemudi desa yang tidak kurang pekerjaan. Ada jenis jualan ada jenis pemandu dan pengelolaan lahan wisata lainnya. Dengan budaya dan tradisi yang cukup idental.

Seperti hari – hari biasa aku dan Aisyah berangkat  kuliah dan belajar bersama serta bermain bersama. Sore ini aku berkunjung ke rumah H. Nur atau ke rumah Aisyah.

“Assalamu’alaikum pak haji, Ais ada di rumah?”, begitu aku masuk ke beranda, beliau tengah duduk santai dengan ditemani sepasang burung perkututnya.

“Wangalaikum salam. Ada, kamu habis dari mana Mal?“, begitu jawabnya.

“Dari rumah mbah, ini mau kasih hasil tugas tadi di kampus. Tadi dia buru – buru. Katanya mau jenguk pak dhe – nya di rumah sakit. Bener kah mbah?”, tanyaku sambil duduk disebelah bapaknya Aisyah.

“Iya Mal, mas Bagus sakit, doakan aja semoga lekas membaik. Biasa… gulanya naik”, jawab H. Nur sambil membenakan pecinya yang sejak dari tadi sudah miring.

“Oh gitu ya mbah.. Semoga cepet pulang dan sehat lagi“, sahutku.

Tak lama kemudian Aisyah keluar dari kamarnya. Dia gembira sekali dengan Hp digenggamannya .

“Ini tugasmu Ais. Tadi udah selesai semua, tinggal direvisi lagi“, kataku.

Dia duduk disampingku,

 “Mal, ini aku dapat kabar dari temenku kalo dia datang sekitar jam 3 pag,i kita jemput ya..??”, kata Aisyah”.

Begitu Aisyah berkata tanpa bertanya dulu padaku bisa ikut atau tidak, Ayahnya mengiyakan dan sambil menganggukan kepalanya. Saya sangat menghormati ayahnya karena beliau adalah salah satu sesepuh di kampung kami.

Waktu berlalu begitu cepat, hari ini adalah hari Minggu dimana aku harus menemani Aisyah untuk menjemput temannya yang dia kenal di facebook itu. Saat itu aku masih mengenakan baju tidur. Selepas mandi dan duduk bersama ayah dan ibu serta Aqilla untuk sarapan bersama, Aisyah datang,

“Assalamu’alaikum, ibu dan bapak, qill”, sapanya sembari masuk ke dalam rumah dan  mengambil kursi.

“Wa’alaikumsalam neng Ais, rapi sekali mau ajak Kemal pergi kemana?”, jawab ayahku. Sementara ibu berdiri untuk mengambil piring satu lagi untuk Aisyah.

“Iya mbak Ais mau pergi kemana, sudah dandan cantik sekali?” tanya ibuku dan melanjutkan obrolannya,

“Silahkan sambil di minum dulu tehnya neng”, sahutan ibu memotong celutak Aqilla sembari datang dari dapur dan membawakan segelas teh hangat untuk Aisyah.

“Ahh, Qilla ini bisa saja menggodaku seperti itu. Ohh iya ibu, bapak saya ingin meminta izin untuk mengajak Kemal pergi dengan saya menjemput sahabatku di bandara, memakai travel, bolehkan?”, kata Aisyah meyakinkan sambil meneguk teh hangat yang sudah disuguhkan ibu.

“Iya boleh saja neng, hati hati yaa, sudah ijin dengan bapak Aish?”, tanya bapak pada Aisyah.

Sudah ijin bapak”, jawab Aisyah singkat dan tersenyum manis.

 “Aish, tunggu yaa aku bersiap – siap sebentar”, sahut aku. Setelah beberapa menit aku selesai bersiap-siap kami lalu bergegas untuk berangkat menuju kota. Sebelum berangkat, kami berpamitan dengan kedua orangtuaku lalu berjalan keluar rumah untuk mengejar bus yang lewat depan rumah.

Setelah beberapa jam sesampainya di kota, kami menaiki travel yang sudah di pesan oleh Aisyah jauh – jauh hari.

Sepanjang perjalanan Aisyah tak henti – hentinya bahagia dan selalu berceloteh bagai anak kecil. Aku hanya sesekali saja menimpali dan tertawa kecil, sahabatku ini memang humblefamiliar, mudah kenal dan akrab dengan siapapun.

Penulis : Adisty Nur Andini/LPM SQ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *