Sumber: Google.com

Hari hari selalu indah bersamanya Ku lalui seperti tak ingin berlalu, kami saling mengerti satu sama lain dalam hal apapun, menyadari dan menyelami diri masing masing, hati tidak dapat dibohongi,urusan hati adalah urusan yang tidak dapat ditawar

Cinta adalah cinta walau memang kadang menyakitkan atau menyenangkan tapi itulah hakikatnya seeorang dalam mencintai siapapun harus siap dengan resiko dalam mencintai.Kekurangan menjadi bumbunya karena tidak ada kesempurnaan di dunia ini,kadang kekuranganlah yang menjadikan cinta lebih berarti karena dengan kekurangan itulah cinta bisa saling melengkapi dan menjadi satu paket komplit.

Dia jadi alasanku untuk tersenyum bahagia, dia selalu mengajarkanku tentang banyak hal kadang dia menjadi penyemangatku dikala aku pesimis, kadang dia menjadi seorang jenaka saat duka melanda. Aku selalu nyaman berada di dekatnya.Semakin hari semakin aku menyayanginya seperti dunia milik berdua yang lain tak ada yang menganggu, dia adalah wanita yang terindah yang di hadiahkan Allah untukku.

Kemudian esok harinya dia berkunjung kerumahku

Assalamualaikum, Ibu,salamnya kepada ibuku yang sedang sibuk membereskan sayuran di teras depan rumah.

Waalaikum salam Chaterinne, sini Nak duduk” jawabnya ibu.

“Ibu sedang apa, saya boleh bantu?” tanya Chaterinne sambil mendekat ke ibuku,

Ibu sedang membereskan sayuran Nak, iya boleh bantu..Oiya Nak ada apa pagi pagi sudah datang kesini lalu dimana Aisyah? Kamu tidak bersama dengan Aisyah?” jawab ibu sambilmembereskan sayurannya.

Tidak ibu, dia sedang istirahat karena kelelahan dengan tugasnya di kampus. Saya bosan di rumah terus saya ingin jalan jalan mencari udara segar, lalu mereka mengobrol dengan asyik di depan teras rumah,” jawab Chaterinne.

Hingga tak terasa adzan Dzuhur telah bergema, waktu telah siang, Chaterinne melihat jam tangannya dan bergegas pamitan pada ibuku untuk pulang.

Sholatlah disini Nak Chaterinne, bersama ibu,” begitu ibu berkata bertepatan dengan pulangnya Aqilla dari sekolah.

Iya kita sholat sama sama,, jawabku sambil membereskan sajadah di ruang tengah rumah.

Di ruang tengah kami sholat Bersama. Sepertinya Chaterinne akan menghabiskan waktu hari ini bersama keluargaku, kelihatan bahagia dan nyaman sekali mereka. Ibu mendadak jadi hangat terhadap Chaterinne, ayah juga semakin terbuka dan menerima kehadiran Chaterinne di keluarga kami.

Mereka melanjutkan lagi obrolan di depan teras rumah yang terpotong dengan diselingi canda gurauan, sampai aku dan ayah pulang sudah seperti sebuah keluarga cemara saja dengan adanya Chaterinne di rumahku sepertinya sudah sangat lengkap. Walaupun dia tak tau sampai kapan akan merasakan kebersamaan yang harmonis ini.

Kebersamaan ini berlangsung, sedang dia harus kembali lagi ke negaranya esok atau lusa dan harus meninggalkan semua yang ada disini. Hanya pada Tuhan dia berharap jika suatu saat nanti dia akan kembali lagi.

Suatu hari Chaterinne menunjukkan surat dari Mamanya, yang berisi kapan kembali dan selesaikan apa yang kamu tinggal disini. Aisyah dan aku mendengarkan dengan jelas dengan berbagai macam perasaan saat dia bercerita bahwa ternyata dia hidup bersama ibu dan satu orang adiknya dan juga menghidupi mereka berdua, ternyata ayahnya sudah menikah lagi dan meninggalkan ibunya begitu saja.

Dia bukan dari keluarga yang utuh, sehingga dia sangat nyaman tinggal disini di Indonesia, walau hanya sebatas tamu saja tapi disini dia diterima baik oleh semua orang. Dia seorang wanita yang ulet, pekerja keras, wanita yang kuat dan pemberani serta tabah karena sebuah perpisahan ayah dan ibunya, dia bukanlah seorang wanita yang egois walaupun sang ibu melarang untuk dia bertemu dengan ayahnya

Tapi anak tetaplah anak tidak ada bekas ayah atau bekas anak, Chaterinne berencana untuk pulang setelah lebaran karena memang visa juga sudah habis masanya. Aisyah dan Kemal saling berpandangan mereka tak menyangka bahwa wanita yang periang dan penuh semangat ini menyimpan sebuah cerita hidup yang menyedihkan.

Dimana dia dibesarkan oleh seorang ibu yang keras pada anaknya dan seorang ayah yang pergi meninggalkan begitu saja. Aku yang pernah berburuk sangka pada Chaterinne bahwa dia mendekatiku hanya untuk bahan tulisan dan bahan untuk keperluan public, akhirnya sirna.

Aku merasa bersalah tapi itu dulu ketika dia baru saja tiba, kini aku tau yang sebenarnya tentang dia, di balik wajahnya yang ceria ternyata tersimpan sebuah duka tapi ketika dia sudah mengenal kami dan bergaul cukup lama dia katakan dia menjadi lebih optimis dan siap untuk bercerita, Itulah sedikit cerita tentang seorang Chaterinne.

“Hay Chaterinne, ayo kita cepat datang ke masjid jangan sampai ketinggalan sholat Tarawih, kan hanya tinggal beberapa lagi,” kata – kata Aisyah mengagetkanku dan Chaterinne yang sedikit melamun.

Dia tampak masih bingung hingga Aisyahpun berkata lagi,

“Sudahlah, kau adalah sahabat terbaikku dan akan selalu seperti itu selamanya kan kamu disini juga punya keluarga baru yang sayang padamu,” sambil memeluk erat Chaterinne, aku terharu melihat adegan yang menyentuh hati itu.

Beberapa hari di bulan Ramadhan, yang masih tersisa ini kami lalui dengan berbagai macam kegiatan. Kami selalu bersama –  sama seakan waktu mengejar tapi kami seolah tak perduli, kami jalani kebersamaan yang sepertinya takkan kami rasakan lagi.

Semuanya jadi terasa berarti saat ada kehadiran Chaterinne. Aisyah sangat mendukung sekali hubungan kami, dia selalu memberikan semangat untuk tidak putus asa atau pesimis dengan semuanya. Tetapi dalam hatiku tetap tak yakin akan hal itu, kami bagai langit dan bumi, barat dan timur walaupun telah sama aqidahnya.

Keyakinanku tetap kami itu tidak mungkin menjadi satu. Chaterinne mempunyai tanggung jawab sebagai anak sulung keluarganya disana. Akupun sama, aku mempunyai seorang adik yang harus aku bantu walaupun kami utuh tapi aku punya tanggung jawab. Aku tersenyum sendiri, entah apa arti senyumku ini bahagia atau duka, yang jelas biar ku jalani saja dulu hubungan ini dengan bahagia.

Aku ingin Chaterinne bahagia, aku hanya ingin dia merasa punya seseorang yang bisa membuat dia bangkit dan menambah semangatnya.Merasa diorangkan, diperdulikan, diperhatikan dan disayangi.

“Mal, kok melamun, apa yang kamu pikirkan?” begitu kaget aku menoleh, ternyata Chaterinne sudah berada tepat disebelahku sembari tersenyum menatapku.

“Ya ampun Chaterinne, aku kaget lho ini, kamu sudah lama ada di sebelahku?” jawabku sambil membenahi posisi dudukku karena kaget.

“Hahaha…. Kamu sih melamun terus jadi nggak tau kan aku datang. Ohh iya Mal tau nggak, aku baru saja latihan belajar bahasa Jawa Mal, bersama warga kampung,” chaterinne bercerita dengan riangnya memberi tahuku kalau dia berlatih bahasa Jawa.

Ohh iya? Bagus dong jadi bertambah luas pengetahuanmu tentang bahasa Jawa dan untuk tulisan juga bagus dan menarik Chaterinne,” jawabku.

Bukan Mal, aku belajar bahasa Jawa, supaya aku bisa mengobrol dengan keluargamu, biar aku paham dan mengerti jika kalian bercerita,” jelas Chaterinne.

Dia membuatku semakin risau, dan dadaku terasa sesak sekali menahan gejolak hatiku.Apa yang harus aku lakukan, akupun tak tahu rasanya, aku ingin sekali menahan Chaterinne untuk tidak pulang ke negara asalnya Australia,tapi aku belum bisa melakukan apa apa, sedangkan aku disini masih menyelesaikan kuliahku.Masih sangat sulit untuk merelakan dia kembali dan menahan dia disini.

Akhirnya kami pergi jalan – jalan menghirup udara segar. Sepertinya kebersamaan kami hari ini akan menyisahkan sebuah kenangan yang manis, yang tak akan terlupakan. Disepanjang perjalanan pulang aku selalu memegang erat tangan Chaterinne, aku menatapnya penuh dengan bahagia sepertinya dia juga tidak ingin berpisah denganku.

Penulis: Adisty Nur Andini / LPM SQ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *