Foto bersama pengurus PMII Rayon Mohammad Hatta bersama kedua pemateri dan beberapa senior. (Foto: Habib/SQ)
SQPers – Rayon Mohammad Hatta Komsariat KH. Muntaha Al-Hafidz Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Wonosobo adakan diskusi virtual materi Ke-Fakultatif-an bertema Ekonomi Pancasila dan Bayang-Bayang Ekonomi Liberal, Sabtu (20/6) kemarin. 
Diskusi virtual dilakukan guna mengisi dan berikan stimulus pengetahuan bagi para kader di tengah pandemi Covid-19 tentang konsep ekonomi pancasila yang digagas oleh Mohammad Hatta Wakil Presidan pertama Indonesia serta sejauh mana sistem perekonomian di Indonesia yang diterapkan sudah ditempuh. 
Seperti yang diungkapkan ketua PMII Rayon Moh. Hatta Candra Yudha Satriya, bahwa pelaksanaan diskusi virtual ini salah satunya juga bertujuan membuka kembali pemikiran Sang Proklamator Kemerdekaan tersebut dalam penerapan konsep ekonomi pancasila di Indonesia dewasa ini.
“Melihat kondisi Indonesia yang rumit di tengah jeratan ekonomi liberal dengan dalih pembukaan lapangan kerja tapi faktanya justru menjadikan Indonesia menjadi budak di negara sendiri”, ungkapnya.
Mengundang dua narasumber muda yaitu Al-Farid selaku Majelis Pembina Rayon (Mabinra) serta salah satu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsiq yang memiliki 8 gelar sarjana di bidang ekonomi, Dr. H. M. Elfan Kaukab, S.E., M.M., M. Sos., MFP, CMA, CHRA, CRBC diskusi berjalan cukup antusias dengan sedikitnya dua puluhan kader ikut berpartisipasi. 
Sistem Ekonomi Pancasila sendiri menurut bapak Koperasi Indonesia tersebut dijelaskan sebagai sistem ekonomi merdeka, berasas kekeluargaan dan tidak memandang kelas atau golongan. Seperti yang pernah dibahas pada tahun 1976 merupakan sistem campuran antara kapitalis dan sosialis. Ini artinya pemerintah tidak sepenuhnya ikut campur dalam perekonomian, juga tidak murni diserahkan ke pasar. 
“Mengacu definisi di atas seharusnya posisi Ekonomi Pancasila berada di tengah, tapi prakteknya masyarakat menilai selama ini lebih condong ke liberalism,” tutur Al-Farid yang juga Presiden Mahasiswa Unsiq periode 2015/2016.
Lebih lanjut Al-Farid menerangkan, bahwa isu-isu konglomerasi pun santer terdengar. Di mana para pemilik modal menguasai perekonomian. Namun sebenarnya konglomerasi bukan hanya modal besar yang jadi patokan, akan tetapi sebuah kondisi dimana semua urusan dari hulu ke hilir dapat dikerjakan. 
Sementara itu Elfan Kaukab menjelaskan, sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi salah satu perwujudan daripada Ekonomi Pancasila, dengan tujuan mensejahterakan masyarakat kecil UMKM hadir di tengah-tengah masyarakat. Tetapi dalam prakteknya masih banyak problem yang terjadi.
“Para pelaku UMKM sejauh ini berharap agar perizinan jangan terlalu berbelit, dan sirkulasi keuangan pemerintah sebaiknya perlu hadir di bidang-bidang usaha seperti UMKM ini,” jelas Elfan Kaukab yang selain dosen FEB dengan gelar panjang juga Doktor termuda Unsiq di bidang Ekonomi.
Diskusi ditutup dengan kesimpulan, mengambil dari gagasan Sukarno, bahwa sinkronisasi antara Budaya Pancasila dan Ekonomi Pancasila bisa diwujudkan dengan sikap politik berdiri di atas kaki sendiri atau Berdikari dengan membangun solidaritas, kemandirian diri, dan memperkuat sifat gotong royong antar masyarakat Indonesia.
Penulis: Nurgiyah Afifah, Kader PMII Rayon Moh. Hatta
Editor: Habibulloh Malik, Jurnalis LPM SQ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *