Kongres Nasional XVII Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia berlangsung sejak tanggal 21—26 Mei 2023 di Universitas Sebelas Maret dan WCS Rumah Revolusi Mental, Ds. Pendem, Mojogedang, Karanganyar. Sekitar 244 Peserta yang berasal dari perwakilan Lembaga Pers Mahasiswa menghadiri acara tersebut.
Kongres Nasional XVII PPMI mengusung tema Resolusi Payung Hukum dan dibuka dengan Seminar Nasional bertajuk Resolusi Payung Hukum Persma: Perkuat Militansi, Percepat Regulasi di aula FISIP UNS pada hari senin (22/5/23).
Seminar ini memiliki pembahasan seputar permintaan Pers Mahasiswa kepada Dewan Pers untuk mempercepat membuat payung hukum terhadap LPM. Bukan tanpa alasan, lewat penuturan Adil Al Hasan, sebagai Badan Pekerja Advokasi PPMI Nasional. Tingkat represi terhadap Persma, kata Adil, dari 2017-2019 ke 2020-2021 meningkat hingga 127 kasus. Adil menyebutkan juga bahwa keberadaan Persma untuk masa depan yang berkualitas bukan hanya sekedar gagah-gagahan.
“Persma untuk masa depan yang berkualitas, bukan untuk gagah-gagahan, tetapi untuk refleksi. Kita bukan hanya jurnalis yang hanya sekedar menjadi juru tulis.” Ungkapnya.
Menurut Adil, tantangan Persma berupa represi, peningkatan kapasitas dan hukum yang tidak berpihak. Ada paradigma, lanjut Adil, yang membuat birokrasi kampus bias terhadap pers. Pola represi yang dialami, Adil menuturkan, setelah sebelum liputan seperti ketakutan, ketika liputan dipersulit wawancara dan setelah liputan minta dihapus hingga pembredelan.
M. Anon Eluth, perwakilan LPM Lintas, IAIN Ambon menceritakan kondisi Lembaga Pers Mahasiswa Lintas yang terkena represi mulai dari pembredelan Pers hingga skorsing sampai detik ini anggota mereka masih belum bisa melaksanakan aktivitas pendidikan.
Saat sesi tanya jawab, Anon mengutarakan kekecewaannya kepada Dewan Pers perihal tindakan dari Dewan Pers yang tak kunjung menemukan titik terang terhadap kasus yang dialami LPM Lintas.
“Setelah berdiskusi itu berikan janji yang diambil dengan baik, bukan hanya dibiarkan begitu saja.” Kata Anon.Asmono Wikan mengatakan surat yang dilayangkan Dewan Pers kepada Kemendikbudristek sampai hari ini belum dibalas.
“Biasanya kalau orang bersurat tidak ada balasan kita mengirim kembali, kami akan melakukan pendekatan-pendekatan.” Ucapnya.Surat tersebut, sambung Asmono bisa saja Kemendikbudristek membuat kebijakan karena menteri pendidikan bisa memberi aturan kepada Rektor seluruh Indonesia terhadap Persma.
Beruntungnya, Asmono Wikan memberi saran kepada Persma untuk membuat MoU atau perjanjian antara Pers Mahasiswa dengan Dewan Pers supaya ia dapat membawa permasalahan ini ke rapat komisinya sebagai keseriusan Dewan Pers.
“Setelah Kongres ini selesai, saran saya kalian membuat deklarasi yang isinya, misalkan, Pers Mahasiswa Indonesia meminta Dewan Pers untuk menyelesaikan dengan batas waktu sekian, sekian.” Saran Asmono.