
Sebagai rangkaian acara pada Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru UNSIQ tahun 2023, Rabu (7/9/23) paper mob turut menghidupkan nuansa kemeriahan yang utamanya ditujukan untuk mahasiswa baru di Lapangan Kemiri, Kalibeber.
Diketahui terdapat 16 pola paper mob dengan empat warna kertas yang digunakan untuk membentuk formasi tulisan dan gambar, antara lain: merah, putih, biru dan kuning.
Momentum paper mob terakhir kali digelar empat tahun lalu, pada 2019, dengan delapan pola yang terbentuk.
Tidak ada tim khusus dalam proses persiapan strategi sampai pola yang akan dibuat. Konsep paper mob sendiri sudah mulai ada satu bulan sebelumnya.
Keterangan wawancara oleh tim LPM SQ kepada ketua pelaksana PKKMB menyebut durasi waktu mempersiapkan paper mob secara intens dilakukan dua hari sebelum hari H.
Secara teknis, terdapat tiga orang formatur yang terlibat sebagai pemandu dan pengarah instruksi serta 30 orang sebagai tim lapangan yang memastikan peserta paper mob melakukan instruksi dengan benar melalui satu komando.
Kenyataan yang dialami saat pelaksanaan terdapat sejumlah mahasiswa baru yang tidak sanggup karena sakit atau terkendala hal-hal lain, sehingga berakibat kurangnya peserta yang seharusnya menjadi bagian dari formasi.
Solusinya sejumlah pendamping mahasiswa baru turut mengisi atau menggantikan peserta yang meninggalkan posisinya.
Durasi waktu pelaksanaan paper mob tahun ini berlangsung selama 145 menit, yakni dimulai pukul 08.08 WIB dan selesai pukul 09.53 WIB.
Bagi saya, panitia dan personil BEM UNSIQ perlu diapresiasi, melihat bagaimana upaya yang telah dilakukan sebelum, saat dan selesai pelaksanaan yang terbilang sudah lama tak lagi diadakan sejak empat tahun ke belakang.

Cerita dari Jawa Tengah: Dari Mbah Muntaha hingga Lambaian Isu Lingkungan Hidup
Terlepas itu semua, kita perlu melihat sisi lain yang terkandung dalam aksi “panas-panasan” atau—meminjam istilah salah satu mahasiswa baru—“simulasi padang mahsyar” yang tak baik bila kita lupakan bahkan luput ditanamkan dalam benak mahasiswa baru: pesan di balik pola paper mob.
Dari enam belas pola pola yang ditampilkan, terkandung setidaknya empat pesan dari tulisan atau gambar pertunjukan kertas berbasis orang banyak tersebut.
Pertama, ucapan selamat datang untuk mahasiswa baru UNSIQ tahun 2023. Konfigurasi bentuk yang digunakan berupa tulisan salah satunya “PKKMB UNSIQ 2023” dengan warna kuning dan biru.
Kedua, pengingat sekaligus memperkenalkan bahwa UNSIQ tidak terlepas dari pesantren dan pendirinya, Kiai Haji Muntaha Al-Hafidz. Seperti pola siluet wajah Mbah Mun dan bentuk menara Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah, di mana pada awalnya “mahasantri” Universitas Sains Al-Qur’an diramaikan oleh santri pondok pesantren tersebut yang juga murid Kiai Muntaha, sosok di balik jalan panjang perguruan tinggi di Wonosobo, Jawa Tengah.
Ketiga, pesan untuk menyuarakan isu lingkungan hidup dan agraria, khususnya di Jawa Tengah. Seperti geotermal, baik di Wonosobo atau daerah lain seperti Tegal. Dampak yang dihasilkan dari geotermal itu salah satunya adalah penurunan kualitas mata air.
Jika berselancar di website wonosobo.sorot.co menyebut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Wonosobo telah mencatat ada sebanyak 1.675 mata air yang dikelola masyarakat atau BUMD Wonosobo. Namun dari jumlah tersebut, sebanyak 12 mata air di Wonosobo telah rusak.
Pola yang terbentuk berupa simbol corong tinggi mengeluarkan asap tebal termasuk salah satu pola bertuliskan “Sethulu Lestari”.
Pesan lain menunjukkan suara pengingat dari sejumlah konfik yang terjadi seperti di Wadas, yakni penolakan warga terhadap penambangan batuan andesit yang nantinya dijadikan bahan baku pembangunan Bendungan Bener oleh pemerintah. Dampak yang ditimbulkan berupa kerusakan lingkungan. Konflik tersebut kian memperparah sebab adanya sejumlah kepentingan dari pemerintah Jawa Tengah secara sepihak, bukan dua arah.
Pesan berani itu ditampilkan dalam bentuk pola tulisan seperti “Save Wadas” dan “Wadas Ora Didol”.
Terakhir, harapan kepada mahasiswa baru, khususnya, paling tidak sejak dini harus membuka mata terhadap permasalahan sosial. Karena bagaimanapun selain mengamalkan nilai kepesantrenan—sesuai tema PKKMB—dan menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang salah satunya adalah “Pengabdian Masyarakat” itu mahasiswa ditakdirkan untuk mengawal dan membentuk opini masyarakat. Selain mahasiswa punya ilmu, wawasan dan waktu luang, tak sedikit pula memiliki keberanian.
Penulis: Rossihan Anwar