Paparan Temuan Lapangan Unboxing Oleh-oleh 424 hari keliling Indonesia oleh tim Ekspedisi Indonesia Baru terlaksana pada Selasa, (10/10/23) di Ruang Audio Visual Arsip dan Perpustakaan Daerah (Arpusda) Wonosobo.

Acara ini dihadiri oleh sejumlah perwakilan pejabat daerah serta puluhan elemen masyarakat yang terdiri dari kelompok tani, mahasiswa dan jurnalis yang berasal dari Kabupaten Wonosobo.

Turut hadir Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat, sebagai Keynote Speaker dalam acara ini.

Farid Gaban, sebagai salah satu personel Ekspedisi Indonesia Baru menyampaikan pengantar tentang hal apa yang dipresentasikan oleh keempat tim lapangan. Meliputi tema pertanian, maritim, masyarakat adat, simpul komunitas, lingkungan serta menyorot paradigma pembangunan jangka panjang 20 tahun.

Ia menyebut ekspedisi ini merupakan ekspedisi gabungan dari dua ekspedisi sebelumnya, Zamrud Khatulistiwa dan Indonesia Biru, dengan melibatkan dua personil lintas generasi, yakni Yusuf Priambodo (Generasi X) dan Benaya Harobu (Generasi Z).

“Ekspedisi Indonesia Baru menjadi perjalanan yang merekam banyak tema, sekaligus menjadi ekspedisi gabungan dari ekspedisi saya bersama Ahmad Yunus di Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa tahun 2009-2010 dan Ekspedisi Indonesia Biru-nya Dandhy Laksono bersama Suparta Arz tahun 2015-2016. Perbedaannya ada dua personel muda Yusuf Priambodo dan Benaya Harobu di ekspedisi ini,” kata Farid Gaban.

Tujuan dan Misi Ekspedisi Indonesia Baru, menurut Dandhy Laksono, adalah meneliti dan merekam imajinasi warga tentang Indonesia, memaknai ulang keanekaragaman hayati dan Bhinneka Tunggal Ika, sekaligus merangkai simpul-simpul komunitas yang memiliki mimpi-mimpi baru tentang Indonesia.

SQPERS.COM

“Yang dijumpai Tim Lapangan Ekspedisi, termasuk misi kami, adalah meneliti dan melakukan riset terhadap warga, apa mimpi mereka tentang Indonesia, apa yang diharapkan warga dari keberlangsungan hidup dari alam. Kita mencoba memaknai ulang keanekaragaman hayati dan Bhinneka Tunggal Ika. Kami bertahan dengan memanfaatkan simpul-simpul komunitas yang secara langsung mereka masih punya harapan dan mimpi buat Indonesia,” jelas Dandhy.

Melihat Indonesia dan Isu Strategis dari Setiap Film Karya EIB

Ekspedisi Indonesia baru menghasilkan sepuluh film, dengan topik agraria, pertanian, kelautan, keragaman hayati yang tercermin dalam kuliner, obat tradisional hingga tenun. Juga merekam isu pariwisata dan konservasi lingkungan seperti deforestasi hutan, pencemaran iklim, budaya dan masyarakat adat sampai topik pertambangan nikel, hak atas rumah dan tanah hingga masalah yang timbul dari Proyek Strategis Nasional, salah satunya persoalan tanah di ibukota baru (IKN).

Dari dua Film pertama, yakni “Silat Tani” dan Angin Timur”, Ekspedisi Indonesia Baru menjumpai topik rekaman seputar krisis pertanian. Bagaimana jumlah petani mengalami penyusutan, konflik lahan (land grabbing), dan bencana seperti kerusakan alam, merosotnya kualitas tanah dan perubahan iklim. Termasuk masalah seputar kebijakan.

SQPERS.COM

Farid Gaban menyebut dampak kebijakan yang dialami oleh masyarakat di pertanian bisa sampai pada politik beras dan inflasi hingga pangan impor. Sementara kebijakan di laut yang dampaknya untuk nelayan adalah kebijakan soal zona penangkapan ikan dan penegakan hukum, masalah sampah plastik, tata ruang serta harga energi.

“Melihat masalah pe tani cukup masif. Ada kebijakan yang dampaknya sampai untuk masyarakat di darat dan laut. Misalnya politik beras dan harga pangan impor. Begitu juga di laut ada kebijakan soal batas berlayar dan wilayah penangkapan, termasuk hukum yang berlaku,” jelas Farid.

Melalui film “Tanah Tabi”, Benaya Ryamizard Harobu mempresentasikan hal seputar masyarakat adat, meliputi kebangkitan masyarakat adat atas hak penguasaan tanah, masalah keterbatasan pangan sepeti beras, gandum, jagung, dan kedelai, serta isu separatisme hingga tren menguatnya sentimen etnis.

“Apa artinya kita menyebut Indonesia negara yang kaya, namun masyarakat adat mengalami kemunduran dan kehilangan sistem adat. Di Timur, juga menguat anggapan masyarakat akan memberontak padahal mereka hanya mempertahankan hak mereka sendiri,” terang Benaya.

Film “Base Genep” dan serial “Dragon For Sale” merekam topik keanekaragaman hayati sampai kontroversi pariwisata.

Yusuf Priambodo menyampaikan masalah pangan di Indonesia tidak akan menemukan solusi dari proyek Food Estate serta masyarakat terancam mengalami kepunahan terhadap pengetahuan tanaman-tanaman endemik dan tradisional. Di sektor pariwisata, warga lokal menghadapi persaingan dengan para pemodal besar yang memiliki basis pariwisata premium.

“Yang jelas dihadapi diri kita saat ini adalah pangan, krisis pengetahuan untuk generasi selanjutnya tentang pengetahuan tanaman atau nama-nama (tanaman) tradisional. Ketika di Flores, kita sempat dibantu 16 kawan-kawan videografer. yang ikut merekam masalah pariwisata, persoalan yang terjadi adalah persaingan antara pariwisata berbasis komunitas dan pariwisata premium,” kata Yusuf.

Keberanian Bermimpi di Indonesia

Ekspedisi Indonesia Baru merangkum sejumlah mimpi dengan mewujudkannya secara langsung, dengan mengunjungi 120 kota, melakukan 16 penyebrangan, melewati 26 Provinsi dengan total jarak perjalanan 11.000 Km. Berhasil membawa pulang 18 terabytes rekaman video serta 12.000 frame foto bertema ke-Indonesiaan.

Tak hanya itu, Ekspedisi Indonesia Baru menantang kita semua bermimpi tentang ke-Indonesiaan, misalnya, jalan tol, bandara, kawasan industri, pertambangan, dan perkebunan sawit dijalankan manajemen profesional tapi dimiliki koperasi warga pemilik tanah. Kedua, warga Indonesia mampu memproduksi listrik sendiri, bahkan menjual ke PLN. Ketiga, untuk berobat, masyarakat hanya perlu datang ke rumah sakit, menyerahkan KTP, dan dilayani. Terakhir, masyarakat   memanfaatkan air langsung dari sumbernya, bahkan bisa untuk minum langsung dari air kran.

Pewarta: Alhanuna Najmal, Intan, dan Anwar
Penulis : Rossihan Anwar/Intan Nurjannah
Editor  : Rangga
Dokumentasi : Toha Safingi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *